Jumanto.Com – Kuliner Kota Pekanbaru, rasanya kurang seru kan kalau jalan-jalan ke suatu tempat, tapi gak menikmati kuliner yang ada di tempat itu? Kuliner juga merupakan sesuatu yang unik, karena tiap daerah mempunyai kekhasan cita rasa tersendiri.
Seperti telah saya ceritakan sebelumnya, tepat di tanggal 17 Agustus 2016 saya punya kesempatan untuk Jalan jalan ke Pekanbaru untuk mengikuti Workhsop yang diadakan di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Riau dengan Tema Publikasi Hasil Pengawasan BPKP: Percepatan Proyek Strategis Nasional.
Saya berangkat dari rumah di Pesawaran Lampung pukul 12 siang, dan sampai di Hotel Rauda sekitar pukul 9.30 malam.
Karena di dalam pesawat menuju Pekanbaru, saya sudah makan malam, maka malam pertama di Pekanbaru, saya langsung merebahkan badan di kamar hotel setelah perjalanan cukup lama, 9 jam lebih.
Saya tanya Mba Pipin, katanya sudah kenyang juga.
Maka malam itu pun kami langsung istirahat di kamar masing-masing dan tidak keluar hotel untuk mencari makan malam.
Alhasil, tidak ada cerita kuliner yang bisa saya ceritakan di malam pertama saya ada di Kota Pekanbaru.
Kuliner Kota Pekanbaru: Mie Rebus Dengan Rasa Mirip-mirip Mie Aceh
Pagi hari, di Hotel Rauda disediakan sarapan, dan kali ini saya memilih sarapan nasi goreng, karena pilihannya cuma ada nasi putih, lontong sayur, dan mie goreng.
Siang harinya, makan siang dan snack disediakan oleh panitia workshop.
Barulah malam harinya, kami harus keluar hotel mencari makanan yang ada di sekitar hotel.
Berburu tempat makan di sekitar Hotel Rauda
Malam kedua di Pekanbaru, sehabis sholat Isya, kami menerobos rintik rintik hujan.
Kami jalan ke arah kiri, menuju jalan raya.
Selama perjalanan saya dari Bandara Syarif Kasim II menuju hotel Rauda, memang jarang sekali kami jumpai ada pedagang kaki lima yang berjualan, beda sekali dengan tempat tinggal saya selama ini.
Alhasil, ternyata susah juga menemukan warung makan yang cocok yang bisa mengganjal perut kami malam ini.
Ditambah lagi rintik-rintik hujan yang gak berhenti juga, sehingga kami pun tidak bisa jalan terlalu jauh mencari warung makan yang lain.
Yang kami jumpai, hanya ada warung nasi padang, sate padang, martabak, dan nasi goreng, mie goreng serta mie rebus.
Memilih mie rebus
Akhirnya kami memutuskan untuk duduk di warung nasi goreng dan mie goreng serta rebus.
Setelah duduk, baru sadar, kalau mie yang ada ternyata indomie dan mie besar.
Beda banget sama warung nasi dan mie yang ada selama ini.
Daripada makan indomie, maka kami pun memesan mie besar rebus.
Biasanya sih, kalau mie sebesar ini cocoknya untuk mie goreng.
Tapi kali ini kami memesan mie rebus, dan orang di belakang kami pun memesan mie rebus terlebih dahulu, makanya kami juga ikutan.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya jadi juga tuh mie rebus, dan langsung dihidangkan di hadapan kami.
Foto mie khas Pekanbaru
Di atas mie rebus, ditaruh beberapa lembar kerupuk dan daun bawang.
Ada juga sayur sawinya, serta kuahnya yang berwarna merah. Awal ngelihat, sepertinya rasanya bakalan pedas.
Kami belum mencicipi, orang di belakang kami sudah nanya sama si penjual.
“Mba, ada kecap asin gak?”.
Penjualnya menjawab, “Gak ada bu”.
Kembali lagi orang di belakang kami bertanya, “Ada garam gak?”.
“Oh, ada bu”, jawab si penjual.
Si penjual kemudian mengambilkan garam kepada orang di belakang kami.
Gimana rasanya?
Tak lama kemudian saya ambil sedok, dan saya cicipi satu sendok kuah mie rebus yang berwarna merah. Rasanya kurang manis.
Lalu saya pun ambil kecap manis dan saya aduk kembali.
Saya cicipi lagi, kok masih ada yang kurang yah rasanya.
Saya cicipin mienya, saya rasa-rasa kembali, sepertinya hambar.
Barulah ingat sama orang di belakang kami tadi yang meminta garam, ternyata rasanya memang kurang asin.
Saya tanya sama Mba Pipin juga, gimana rasanya.
Jawabannya pun ternyata sama, masih aneh di lidah.
Kami pun belum tahu, apakah memang ini cita rasa orang Pekanbaru atau memang si penjualnya saja yang masaknya ada yang kurang.
Selain itu, kami berdua adalah orang Jawa, bisa jadi lidah Jawa kami saja yang kurang familiar dengan makanan seperti ini.
Tapi, setelah merasakan mie rebus ini, kami rasanya kapok untuk mencoba lagi, hehehe. Tidak sesuai dengan lidah Jawa kami.
Ini mirip dengan mie aceh.
Namun, tentunya pengalaman saya dengan mie rebus ini tidak dapat mewakili kuliner Pekanbaru secara keseluruhan.
Mie ini hanyalah salah satu dari sederetan mie rebus yang ada di Pekanbaru, yang boleh jadi berbeda rasanya, hanya saja saya belum sempat, atau dengan kata lain, tidak mau mencoba mie yang lain ^_^.
Baca juga: Kuliner Khas Kepri.
Sate Ayam Pekanbaru
Jika malam kedua di Pekanbaru kami makan malam dengan mie rebus dengan rasa yang sangat tidak cocok dengan lidah kami, malam ketiga kami pun mencari warung makan yang lain, di sekitaran Hotel Rauda dan Mal Pekanbaru.
Namun, lagi-lagi, yang kami jumpai yah itu itu lagi, nasi goreng, makanan padang, mie goreng dan mie rebus, martabak, sate padang.
Ada juga sebenarnya pecel lele dan ayam penyet, namun kami lihat tempatnya sepi pembeli, jadi kami ragu mau masuk.
Kami merasa agak aneh juga, di sekitaran Mal Pekanbaru ini banyak sekali hotel, namun tempat-tempat makan terlihat sepi.
Mal Pekanbaru sendiri juga sebenarnya tidak begitu ramai setelah kami masuk. Atau mungkin orang Pekanbaru tidak terlalu hobi makan di luar.
Kalau di Bandar Lampung, tempat-tempat kuliner begitu ramai pengunjung, dan aneka pedagang kaki lima pun berjejeran sepanjang jalan.
Kami berjalan cukup jauh, mampir dulu ke Viz Cake membeli oleh-oleh, lalu kembali jalan-jalan mencari tempat makan yang cocok untuk lidah kami.
Setelah jalan jauh, kemudian mentok, akhirnya kami menemukan sebuah warung sate madura.
Nah, daripada makan sate padang, masakan padang, atau makanan lainnya, kami pun memutuskan untuk makan malam di warung sate ini.
Tidak menunggu terlalu lama, akhirnya datang juga pesanan sate ayam kami. Satu porsi sate dihargai Rp17.000,- sudah termasuk lontong sayurnya.
Rasa? Yah, lumayan lah, daripada harus makan sate padang atau mie rebus seperti malam sebelumnya. Setidaknya ada makanan yang familiar di lidah kami.
Setelah kenyang, kami pun pulang kembali ke hotel, lewat jalan di samping Mal Pekanbaru, dan tidak lama kemudian kami istirahat di kamar masing-masing.
Akhir Kata
Pengalaman selama 3 malam di Pekanbaru, susah juga menemukan kuliner yang cocok di sekitaran Mal Pekanbaru.
Mungkin tempat-tempat lain di Pekanbaru ada pusat kulinernya, hanya saja kami belum sempat berkunjung.
Mungkin lain waktu.
Sampai jumpa lagi Pekanbaru. Mudah-mudahan bisa menemukan makanan khas Pekanbaru yang cocok di lidah lain kali. Kunjungi juga: 13 Cafe Enak di Lampung.